‘Gabus Pucung’ Tembus Warisan Kuliner Indonesia

Posted by

Jumlah Warisan Budaya Tak Benda Indonesia bertambah lagi. Pada 2014 ini. Direktorat Internalisasi dan Nilai Budaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia menetapkan 96 dari 118 karya budaya yang diusulkan menjadi warisan budaya tak benda Indonesia dari 30 provinsi.
Target semula yang hanya akan menetapkan 50 karya budaya, berhasil terlampaui, bahkan nyaris dua kali lipat.

Penyerahan sertifikat penetapan warisan budaya tak benda, berlangsung pada Jumat (17/10) kemarin di Museum Nasional Jakarta. Penetapan ini merupakan pemberian status budaya tak benda menjadi warisan budaya tak benda oleh Mendikbud, Muhammad Nuh, berdasarkan rekomendasi tim ahli warisan budaya tak benda.
Penetapan ini sebagai wujud komitmen Indonesia yang telah meratifikasi Konvensi Pemeliharaan Budaya Tak Benda tahun 2003 yang disahkan melalui Peraturan Presiden bernomor 78 tahun 2007.

Budaya tak benda yang ditetapkan sesuai dengan Konvensi Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan PBB (UNESCO) tahun 2003 itu meliputi tradisi dan ekspresi lisan, termasuk bahasa, seni pertunjukan, adat istiadat masyarakat, ritus, dan perayaan-perayaan. Ada pula, pengetahuan dan kebiasaan perilaku mengenal alam dan semesta serta kemahiran kerajinan tradisional.

Dengan demikian, ditambah 77 warisan budaya tak benda yang telah ditetapkan sebelumnya, maka jumlah warisan budaya tak benda Indonesia kini berjumlah 173 warisan budaya tak benda. Dari 77 yang telah ditetapkan sebelumnya itu, beberapa diantaranya berhasil masuk warisan budaya tak benda dunia, seperti Wayang, Keris, Angklung, Tari Saman, Noken, Tenun Ikat Sumba, dan Batik.

Diantara 96 warisan budaya tak benda Indonesia pada 2014 ini terdapat delapan warisan yang berasal dari DKI Jakarta, yaitu: upacara atau ritual Babarit, Nasi Uduk, Sayur Besan, Kerak Telor, Gabus Pucung, Roti Buaya, Bir Pletok, dan seni tradisi Blenggo.

Sedangkan yang berasal dari Sumatera Barat, terdapat tujuh warisan budaya tak benda, mulai dari tradisi lisan Kaba Cinduo Mato, Tari Toga, kain tradisional Songket Pandai Sikek, seni tradisi Ronggeng Pasaman, Indang Piaman, Silek Minang, hingga teknologi tradisional Tato Mentawai.

Dari Banten terdapat dua warisan budaya tak benda pada tahun ini yaitu seni tradisi Pencak Silat Bandrong, dan Ubrug. Sedangkan Jawa Barat, menyumbangkan tiga warisan seni tradisi yaitu Tari Topeng Cirebon, Kuda Renggong, dan Jaipong. Bagaimana dengan Nanggroe Aceh Darussalam? Rupanya ada lima warisan budaya tak benda yang ditetapkan pada 2014 ini, yaitu tradisi lisan Didong, kerajinan tradisional Kerawang Gayo, dan Kopiah Riman, Tari Seudati, dan arsitektur tradisional Rumoh Aceh.

Untuk Jawa Timur, ada delapan warisan yakni Tari Seblang, Wayang Topeng Malang, Tumpeng Sewu, tradisi lisan Syi’ir Madura, upacara atau ritual Kasada, seni tradisi Ludruk, Jaran Bodhag, dan Dongkrek. Adapun Jawa Tengah hanya memasukkan Lumpia Semarang. Sedangkan, Daerah Istimewa Yogyakarta mencatatkan seni tradisi Bedhaya Semang. Begitu pula dengan Bali, yang hanya satu warisan saja ditetapkan yakni, Seni Pertunjukan Tektekan Bali.

Diantara daftar warisan budaya tak benda yang ditetapkan pada 2014 ini, terdapat nama Gabus Pucung. Dari sisi istilah, sebenarnya itu bermakna semacam ikan Gabus dibumbu Kluwek, mirip seperti ‘Rawon’. Penyebutan ‘Rawon’ mengacu kepada kuah hitam dalam penyajiannya yang berbahan dasar buah Kluwek (pangium edule). Kluwek, dalam bahasa Betawi juga Sunda, disebut sebagai Pucung. ‘Rawon’, seperti kita tahu, adalah kuliner khas Jawa Timur, yang berkuah hitam agak kental lantaran berbahan dasar buah Kluwek. Tapi, antara Rawon, dan Gabus Pucung jelas berbeda. Salah satunya, menyangkut tingkat kekentalan kuah hitamnya, juga cara penyajian. Gabus Pucung misalnya, tidak menyertakan sejumput toge pendek. Begitu pun pada ‘Rawon’, biasanya menggunakan potongan daging sapi.

Salah seorang pelaku usaha kuliner yang tergerak melestarikan masakan Gabus Pucung dan kuliner Betawi lainnya adalah Suharno (46 tahun) yang akrab disapa Bang Didin. Pria yang wajahnya mirip dengan Didin Pinasti, pelawak Bagito Grup ini, sebenarnya adalah anak Betawi asli. “Biarpun nama saya seperti nama Jawa, tapi sebenarnya saya asli kelahiran Betawi, tepatnya dari Kelurahan Pondok Cabe Ilir, Kecamatan Pamulang, Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten ini,” ujar pemilik Warung Dapur Betawi yang berlokasi di Jalan Cabe V, Pondok Cabe Ilir, Pamulang, pada Rabu, 22 Oktober kemarin.




Sumber: humaniora.kompasiana.com


FOLLOW and JOIN to Get Update!

Social Media Widget SM Widgets




Demo Blog NJW V2 Updated at: October 25, 2014
test