Warung Dapur Betawi: Sedia Gabus Pucung

Posted by

Bang Didin berpose di halaman depan Warung Dapur Betawi, Pamulang. Di halaman depan ini pula, menjadi lokasi tempat belajar latihan seni bela diri Betawi yaitu Silat Beksi pada tiap Selasa malam
Masakan Gabus Pucung dan kuliner khas Betawi menjadi pilihan Suharno (46 tahun) dalam melestarikan masakan khas Betawi. Pria yang biasa disapa Bang Didin ini lantaran wajahnya mirip dengan Didin Pinasti, pelawak Bagito Grup ini, sebenarnya adalah anak Betawi asli  yang membuka usaha Warung Dapur Betawi berlokasi di Jalan Cabe V, Pondok Cabe Ilir, Pamulang Jakarta Selatan.

Bang Didin, bapak dari tiga anak ini pernah menjadi karyawan namun mengundurkan diri sebagai karyawan Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Pusat pada 2011 lalu.

Gabus Pucung ini adalah makanan orang Betawi. Ikan Gabus ini adalah ikan yang biasanya didapat dirawa-rawa, bukan ikan hasil piaraan. Ikan Gabus ini kemudian ada yang memasaknya dengan menggunakan bumbu kuning, ada yang kemudian diolah menjadi Gabus Pucung. Gabus Pucung itu termasuk makanan yang istimewa, karena ikannya juga jarang diperoleh, karena merupakan ikan liar yang didapat (hanya) dari hasil memancing di kali, di rawa-rawa. Bahkan untuk mereka yang punya empang, punya kolam ikan, ikan Gabus ini termasuk ikan parasit karena menjadi predator, atau memangsa ikan-ikan kecil lainnya.

Sekarang ini berapa harga ikan Gabus per kilonya? Berapa banyak kebutuhan Bang Didin dalam seminggu?

Sekarang Rp 40.000 sekilo. Ada yang sekilo itu cuma seekor, ada yang dua ekor, bahkan empat ekor sekilo juga ada. Membeli ikan Gabus ini tidak akan sama besarannya, karena ikan ini bukan ikan ternakan, bukan hasil pembibitan, tapi memang ikan liar. Saat ini, sudah terbilang susah untuk mendapatkan ikan Gabus. Tapi, untunglah, kita punya supplier ikan Gabus dari kawasan Babelan, Bekasi, yang juga memperoleh ikan itu dari rawa-rawa, bukan hasil piaraan. Selain itu, kita juga membeli ikan Gabus ini di Pasar Pondok Labu, Jakarta Selatan. Saya sudah langganan dengan tukang ikan di sana. Biasanya, dalam satu minggu Dapur Betawi ini membutuhkan sekitar 30 kilogram ikan Gabus. Tapi, itu pun tidak menentu, karena kalau ikan Gabus sedang kosong di pasaran, kita terpaksa tidak menyediakan menu Gabus Pucung. Beda dengan ikan Gurame dan ikan Mas, yang seberapa banyak kita butuhkan, stok di pasaran tetap berlimpah.

Buah Kluwek, Kluwak, atau pangium edule, sebagai bahan dasar pembuatan kuah Pucung, juga Rawon sehingga berwana hitam.
Keistimewaan masakan Gabus Pucung ini terletak pada sajian daging ikannya, atau kuah hitam karena berbahan dasar buah Kluwek ini?

Sebenarnya, kuah Gabus Pucung pun beda dengan masakan-masakan lain. Kalau di Jawa Timur, yang namanya rawon itu selalu menyajikan daging sapi, sedangkan di Betawi, rawon itu disebutnya pucung. Jadi spesialnya, di Betawi itu, kalau membuat masakan pucung tentu sudah pasti ikan Gabus, bukan Gurame, apalagi ikan Mas. Untuk tekstur daging ikan Gabus memang lebih pas kalau dijadikan pucung, apalagi sebelum direbus dengan kuah pucung, ikan Gabusnya digoreng terlebih dahulu selama kurang lebih 10 menit. Kalau ikan Gabusnya langsung direbus dengan kuah pucung, biasanya malah akan berbau agak amis. Karena, kulit ikan Gabus ini memang agak berlendir, dan bersisik

Selain menjadi santapan lezat, apakah Gabus Pucung ini juga memiliki khasiat tertentu? 

Itu dia. Pernah ada pelanggan kita yang selalu makan Gabus Pucung, dengan alasan untuk pengobatan. Menurut yang bersangkutan, khasiat ikan Gabus adalah untuk mempercepat pengeringan luka, seperti luka sehabis operasi, luka karena musibah kecelakaan, luka usai melahirkan melalui Operasi Caesar, dan sebagainya. Selain itu, mereka yang kekurangan albumin, juga tepat apabila mengkonsumsi ikan Gabus, atau Gabus Pucung ini. Albumin ini adalah semacam protein dalam darah yang diperlukan oleh tubuh untuk memelihara dan memperbaiki jaringan. Pelanggan kita yang menderita kekurangan albumin ini, apabila makan di sini, juga memesan satu porsi lagi untuk dibawa pulang. Nantinya, dua hari lagi, pelanggan kita ini akan kembali lagi untuk makan Gabus Pucung, dan tak lupa memesan satu porsi lagi untuk dibawa pulang. Menurut pelanggan kita ini, karena sendi-sendinya sering terasa sakit, dan di beberapa bagian tubuhnya terjadi pembengkakan, dokter pribadinya sempat menyarankan untuk mengkonsumsi ikan Gabus. Sebenarnya, selain dijadikan pucung, ikan Gabus juga sudah tersedia dalam bentuk kapsul, dan abon kering. Semuanya ini, tidak berbau amis.

Untuk mempertahankan resep, bumbu, dan olahan Gabus Pucung sesuai tradisi leluhur, bagaimana caranya?

Bahan-bahan pembuatan Gabus Pucung ini adalah, lada, jahe, ketumbar, jinten, bawang merah, bawang mutih, dan buah kluwek atau pucung. Kebetulan, para juru masak kita ini adalah kaum ibu yang benar-benar asli Betawi. Jadi, bukan seorang chef, atau koki khusus yang sengaja dipekerjakan untuk memasak kuliner Betawi, termasuk Gabus Pucung ini. Artinya, para ibu-ibu juru masak yang sudah setia bekerja sejak awal Dapur Betawi ini dibuka, atau sekitar sembilan tahun lalu ini, sudah paham benar mengenai masakan kuliner Betawi, tinggal kemudian kita melakukan penguatan di sana-sini saja.

Dari sisi rasa, menurut Bang Didin, keistimewaan Gabus Pucung ini apa? 

Rasa pucungnya itu sudah khas. Kuah kluweknya itu kalau kita makan, kadang-kadang ada pahitnya, sedikit terasa pedasnya, juga ada gurihnya. Gabus Pucung ini beda dengan rawon. Rasa Gabus Pucung lebih dominan buah Kluweknya, karena memang Kluweknya lebih banyak sehingga kuahnya lebih kental bila dibandingkan dengan rawon. Selain itu, Gabus Pucung tidak menyertakan toge pendek seperti pada rawon.
Hanya memang, akan lebih ‘mak nyuss’ kalau menggunakan ikan Gabus yang masih segar?
Itu masalahnya. Kita tidak selalu bisa membeli ikan Gabus setiap hari. Selain itu, ikan Gabus tidak bisa juga disimpan dalam kolam ikan. Karena itu, terpaksa stok ikan Gabus kita simpan dalam freezer sehingga kesegarannya tetap bisa terjamin.

Apa harapan Bang Didin agar kuliner Betawi ini tidak punah?
Saya suka sedih kalau misalnya ada tempat makan yang membawa embel-embel nama Betawi, tapi sajian menu yang disuguhkannya tidak benar-benar orisinil Betawi. Menu sajiannya sudah bercampur-baur antara yang tradisional dengan yang modern. Bahkan juru masaknya yang bukan orang Betawi, untuk memasak kuliner Betawinya, tak jarang hanya mengandalkan terbitan buku-buku resep. Padahal, buku-buku resep itu bisa saja masih terdapat banyak kekurangan. Nah, untuk melestarikan kuliner Betawi agar tidak punah, antara lain, seperti yang kita lakukan, yakni mempekerjakan ibu-ibu yang asli orang Betawi untuk memasak. Ke depan, mudah-mudahan semakin banyak orang-orang Betawi yang membuka usaha kuliner khas Betawi. Semakin banyak berarti semakin dikenal. Jangan sampai, orang-orang Betawi sendiri semakin tidak tahu dan tidak peduli dengan kuliner Betawi.





Sumber: http://humaniora.kompasiana.com


FOLLOW and JOIN to Get Update!

Social Media Widget SM Widgets




Demo Blog NJW V2 Updated at: January 23, 2018
test